A.
PENDAHULUAN
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan
teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir
ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup
peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan
krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan
postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan
material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun
karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan
material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju
(kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas
kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek,
ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan
kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang
didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang
positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi
materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan
ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun
di Timur.
Negara-negara yang berpenduduk
mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau
negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak
menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya
saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka
kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka
kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara
Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis
(’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi
informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan
kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat
ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru
kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya,
namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya).
Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya
dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk
dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan
pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Tak sedikit yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber
crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup
menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan
agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi
dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan
dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan
menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
B.
PEMBAHASAN
a.
Hubungan
agama dengan Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan
dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan
tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah
(scientific method). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari[1]. Perkembangan iptek, adalah hasil
dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek [2] Agama yang
dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya
(dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri
(dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan
manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana)[3]. Dalam Al Qur’an surat Ali Imron ayat 190 – 191 yang berbunyi
:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal,. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Dari ayat diatas menjelaskan betapa
pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dipelajari dan dimiliki. Secara garis besar, berdasarkan tinjauan
ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma :[4]
Pertama,paradagima sekuler, yaitu
paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab,
dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan .Agama
tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan
pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak
mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek
tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu
paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali.
Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek
bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma
ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma
sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan
keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal
manusia-tuhan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut
pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam
paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya
Materialisme Dialektis[5]. Paham Materialisme Dialektis adalah
paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus
menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentanganpertentangan yang
ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri[6].
Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada
(in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis
ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek.
Ketiga, paradigma Islam, yaitu
paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan.
Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang
terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits-- menjadi qaidah
fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun
seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia[7].
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya
berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami
dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Qs. Al-Alaq
[96]: 1). Ayat ini berarti manusia telah
diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman.
Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena
iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah,
yang merupakan asas Aqidah Islam[8].
Paradigma inilah yang telah mencetak
muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah
hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada
masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 M - 1400 M[9][12]. Pada masa
inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur,
Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w.
858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran,
ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan
teknik, dan masih banyak lagi[10][13].
b.
Peranan
Islam Dalam Iptek
1.
Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan
Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan
aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh
Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah
yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti
yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus
dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan
hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa
menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam,
diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal
haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap
diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan
muslim.
Namun di sini perlu dipahami dengan
seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti
konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi
maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok
ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya[11][14]. Jika kita
menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu
astronomi, geologi, agronomi, dan
seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu.
Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti
keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126
dan Qs. ath- Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada
ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang
menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]:
16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan
galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs.
Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an
yang semacam ini[12][15]. Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu
Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan
iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat
tertentu.
Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits
adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa
pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan
al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu.
Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka
konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan
bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan
tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks
hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan
keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme
sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS
adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan
Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin [13][16].
2.
Syariah Islam harus dijadikan Standar Pemanfaatan
Iptek
Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana
pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan
oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang
telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits
yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan”(Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain- Nya”(Qs. al-A’raaf [7]: 3).[14][17] Sabda Rasulullah Saw: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang
tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak” [HR.Muslim].
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di
Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat
secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat,
apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu
bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan
absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama[15][18].
Keberadaan standar manfaat itulah
yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak
bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama.[16][19] Misalnya
menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa,
memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio
pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara
a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun
menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya[17][20]. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat
yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar
yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu,
yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana
yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah
dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah
Islam.[18][21]
c.
Perlunya
Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK
Pertama, sebagaimana telah
dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi
kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa
kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalah gunakan pada
tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai
kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil
dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang
menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang
bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan
dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya
memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan
nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada
salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat
sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan
manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan
dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup.
Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan
keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan[19][22]. Dalam Q.S. An-Nur:39 Allah swt berfirman :
39. dan orang-orang kafir amal-amal
mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, amal-amal dengan cukup
dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya[1042]. yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan.
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa,
Kemajuan dalam semuanya itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya
akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan
palsu.[20][23]
Maka integrasi imtak dan iptek harus
diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in
hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan
kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita
panjatkan kepada Tuhan. Firman Alllah swt Q.S. Al-Baqarah :201;
201. dan di
antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".
Ada berbagai alasan umat Islam untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) :
1.
Ilmu
pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh
negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2.
Degara-negara barat berupaya mencegah terjadinya
pengembangan IPTEK di negara-negara Islam.
3.
Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari
memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan
klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar
sendiri[21][24].
C.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami,
bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu
pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang
seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan.
Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah
Islam-lah, bukan standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan
tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Jika dua peran ini dapat dimainkan
oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah
kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak
firman-Nya:“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Islam, sebagai agama penyempurna dan
paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk
mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam
semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan
manusia didunia. Sebagai generasi muda penerus bangsa sudah selayaknya kita
belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu pengetahuan dan teknologi
sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam. Sudah semestinya
kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu. Namun,
tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda
dengan Iman dan Taqwa.
Islam dan Perkembangan IPTEK
I. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sangat memerhatikan segala
aspek kehidupan. Segalanya telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT.
Cakupan aspek yang diatur itu dimulai dari bangun tidur sampai kita tidur lagi.
Itu diatur agar kita bisa menjalani kehidupan dengan teratur, baik, dan
bermanfaat.
Aspek yang cukup diperhatikan dalam Islam adalah
pengetahuan atau ilmu yang bermanfaat. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib,
seperti yang telah diterangkan dalam hadits: Rasulullah saw bersabda:
"Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah)." (HR. Ibnu Majah).
Ilmu juga berkaitan dengan perkembangan teknologi.
Sampai sekarang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang
pesat. Kemajuan IPTEK itu sendiri didominasi kuat oleh peradaban orang Barat.
Sedangkan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebagian
besar merupakan negara berkembang. Sebagai umat yang mewarisi ajaran ketuhanan
dan pernah mengalami kejayaan di bidang IPTEK pada zaman dahulu, ini merupakan
suati kenyataan yang cukup memprihatinkan.
Di samping adanya manfaat dari perkembangan IPTEK itu
sendiri, IPTEK ternyata juga memberikan dampak buruk kepada para penggunanya,
seperti pengaksesan situs porno di internet, perjudian, dan kecurangan. Di
sinilah peran agama Islam untuk meluruskannya. Tulisan ini bertujuan
menjelaskan peran Islam itu sendiri terhadap perkembangan IPTEK.
II. Pembahasan
- Paradigma Terhadap IPTEK
IPTEK adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara
detail, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan gejala alam yang diperoleh melalui
metode ilmiah. Sedangkan teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam menyikapi hubungan IPTEK dengan agama, ada
golongan yang menganggap bahwa IPTEK dengan agama adalah dua hal yang terpisah
dan tidak bisa menyatu. Anggapan ini disebut paradigma sekuleris. Bahkan
ada yang menganggap bahwa agama itu sebenarnya tidak ada. Hubungan IPTEK dengan
agama lepas total. Anggapan ini disebut paradigma sosialis.
Selain paradigma di atas, ada juga paradigma Islam.
Dalam paradigma tersebut, adanya pemahaman bahwa perkembangan IPTEK berkaitan
dengan ajaran-ajaran agama Islam. Agama Islam diyakini sebaga dasar dari ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Paradigma Islam inilah yang mencetak para cendikiawan
yang unggul dalam bidang IPTEK dan soleh sehingga menciptakan kejayaan Islam
pada tahun 700 M -1400 M. Pada masa-masa itu, muncul tokoh-tokoh yang sangat
terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti Ibnu Sina di
bidang kedokteran, Al Khawarzmi di bidang matematika, Jabir bin Hayyan di
bidang Kimia, Al-Battani di bidang astronomi, dan banyak tokoh lainnya.
- Peran Islam Terhadap IPTEK
Aqidah Islam harus dijadikan dasar dalam penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan ini merupakan peranan Islam yang harus
diterapkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini termasuk
dalam paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Paradigma Islam harus menjadi pemikiran umat Islam bukan paradigma sekuler.
Diakui atau tidak, kebanyakan dari umat Islam itu sendiri menganut paradigma
sekuler. Mereka mulai memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama padahal pengetahuan
itu sendiri datangnya dari agama dan agama menjelaskan pengetahuan itu dengan
lengkap dan jelas.
Dalam menyikapi perkembangan IPTEK, bukan berarti kita
sepenuhnya konsep-konsep IPTEK itu bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai tolak ukur benar atau salahnya
ilmu pengetahuan dan konsep teknologi itu dan konsep-konsep IPTEK tersebut
tidak boleh lepas dan keluar dari inti kandungan Al-Qur’an dan Hadits. Jika
kita menjadikan aqidah Islam sebagai landasan IPTEK, bukan berarti bahwa
ilmu-ilmu pengetahuan alam seperti ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan
seterusnya, harus didasarkan pada ayat ertentu, atau hadits tertentu. Kalau pun
ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan
ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Q.S. An-Nisaa` [4]:126 dan Q.S.
Ath- Thalaq [65]: 12). Seperti dalam ilmu astronomi, kita menemukan ayat
berikut: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”(Q.S. Al-Anbiyaa
[21]:30). Ayat tersebut menjelaskan
tentang proses penciptaan bumi dan ini berhubungan dengan teori Big Bang yang
telah dikemukakan ilmuwan Barat. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan alam tidak bisa dipisahkan dan Al-Qur’an merupakan tolak ukur
kebenaran dari suatu teori ilmu pengetahuan alam.
Intinya, Al-Qur’an dan Hadits menjadi
standar ilmu pengetahuan dan teknologi dan bukan menjadi sumber IPTEK. Ini
berarti bahwa apapun konsep IPTEK yang dikembangkan harus sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya. Jika konsep
IPTEK itu terbukti bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, konsep IPTEK
tersebut harus ditolak dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut. Misalnya,
teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari evolusi organisme yang
lebih rendah dari manusia. Teori ini bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan
Hadits yang menerangkan bahwa manusia pertama di dunia adalah Nabi Adam a.s.
bukan organisme yang lebih rendah dari manusia. Teori Darwin ini wajib ditolak
dan dilarang untuk dipercayai.
Dengan menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai
tolak ukur dari konsep IPTEK, umat Islam seharusnya tahu membedakan teknologi
yang halal dan haram karena tidak semua teknologi di dunia ini diperbolehkan
atau halal untuk digunakan.
Pandangan bahwa semua teknologi itu boleh
atau halal untuk digunakan asalkan bisa digunakan dan bisa memenuhi kebutuhan
atau keperluan manusia merupakan pandangan yang salah. Tidak semua teknologi
yang mampu memenuhi keperluan manusia bermanfaat bagi manusia yang lainnya.
Misalnya, penggunaan bom atom untuk menghancurkan banyak orang dan lingkungan
dengan cara yang tidak baik. Ada juga teknologi yang memungkinkan manusia
berkembang biak dengan cara aseksual seperti bayi tabung, padahal manusia pada
hakikatnya berkembang biak dengan cara seksual.
Pemanfaatan konsep IPTEK akan menjadi
lebih berkah dan bermanfaat dengan didasari dengan keimanan dan ketakwaan.
Dengan adanya keimanan dan ketakwaan dalam pemanfaatan konsep IPTEK, manusia
menjadi semakin yakin bahwa Allah SWT. mempunyai ilmu yang Maha Luas, dan
semakin berusaha untuk menciptakan teknologi yang bermanfaat dan berguna bagi
manusia yang lain.
- Islam dan Perkembangan TIK
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
sampai saat ini menunjukkan angka yang bisa dibilang menakjubkan. Manusia
menjadi lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi.
Namun, ada beberapa dampak negatif yang diperoleh dari
perkembangan TIK ini jika manusia tidak berlaku wajar. Misalnya, manusia lebih
memilih untuk teleponan atau sms, atau skype-an (semacam aplikasi video
call) daripada bersilaturrahmi secara langsung. Penggunaan jejaring sosial
seperti Facebook dan Twitter juga cukup merajalela. Dari jejaring sosial ini,
bermunculan penyimpangan-penyimpangan dan hal-hal yang berbau SARA. Semakin
banyak akun-akun yang menjelek-jelekkan suatu agama atas nama agama.
Dalam menyikapi hal tersebut, umat Islam seharusnya
tidak terlalu ikut terlibat dengan memaki atau menghina akun-akun yang seperti
itu di jejaring sosial karena sebenarnya tujuan pembuat akun hina itu adalah
untuk membuat para pembacanya panas dan makin menjelekkan suatu agama lain.
Di samping banyaknya bermunculan akun yang berbau SARA
itu, ternyata ada banyak juga akun yang berhubungan dengan dakwah. Ini
menunjukkan bahwa banyak umat Islam yang mampu memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berdakwah sehingga masyarakat yang
masih mempunyai ilmu agama yang sedikit dan sering online di dunia maya bisa
melihat isi dakwah itu.
III. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran
Islam dalam perkembangan IPTEK adalah menjadikan paradigma Islam sebagai
pandangan utama dan menjadikan syariah Islam sebagai dasar dalam penerapan dan
pemanfaatan konsep IPTEK.
Perkembangan IPTEK itu harus diikuti dengan keimanan
dan ketakwaan agar tidak menjadikan IPTEK itu sebagai tuan bagi manusia itu
sendiri padahal IPTEK merupakan hasil dari keterampilan manusia dengan
dilandasi Al-Qur’an dan Hadits.