Penulis: Wisnu Mustafa | Editor: Afandi
Zaman dahulu kala, wilayah Puncak, Bogor ini adalah sebuah kerajaan yang makmur. Kerajaan ini bernama Kutatanggeuhan. Dipimpin oleh seorang Raja yang Adil bijaksana, bernama Prabu Suarnalaya dengan permaisurinya bernama Purbamanah. Di bawah kepemimpinannya rakyat hidup sejahtera, karena memang alam yang subur telah memberi kehidupan yang layak buat semua masyarakat.
Di tengah semua kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, sesunggunya Raja sedang merasa risau dan sedih. Perkawinan nya yang sudah memasuki tahun ke-20 tidak juga di beri keturunan. Berbagai macam cara telah di lakukan oleh semua cerdik pandai di negeri Kutatanggeuhan. Akhirnya mereka semua menyerah dan menyarankan Raja untuk mengangkat anak saja sebagai penerusnya. Namun Raja menolak semua saran ini.
Akhirnya Prabu Suarnalaya memutuskan untuk bertirakat dan bertapa selama beberapa lama di Puncak Gunung Gede. Di hari kedua, datang seorang malaikat menyapanya, “Wahai prabu Suarnalaya, sebaiknya kamu pulang saja, nasib mu sudah di putuskan, tidak akan ada keturunan darimu. Kamu sebaiknya mengangkat anak saja”. Sang Raja sangat marah mendengar ini.” Wahai malaikat, kenapa aku tidak diberi keturunan, bukankah selama ini aku selalu berbuat baik?” serunya. Malaikat tidak memperdulikannya dan segera pergi.
Sang Raja termenung di pertapaannya. Diapun kembali bersemedi dan berkata dalam hati, aku akan terus bertapa disini sampai ada yang bisa mengabulkan permintaanku, sekalipun itu iblis. Di minggu kedua, Raja sudah hampir menyerah, ketika satu suara membangunkannya. Wahai Raja Katatangeuhan, kulihat kau sangat ingin punya anak? Satu suara tanpa wujud datang dari arah samping nya. Dengan wajah masih diliputi kekagetan sang raja berkata, “Ya benar…, ku tak akan pulang sampai ada yang mampu mengabulkan permintaanku. Siapa anda? Tolong tunjukan wujud mu?”
Hening sesaat…
“Tak perlu lah kau lihat wujud ku, Aku Iblis penunggu mata air Ciburial sanggup mengabulkan permintaan mu.” seru suara itu lagi.
Benarkah itu? Jawab Raja dengan penuh harap. “Ya, namun ada syaratnya?” Sahut sang Iblis.
“Apa pun syarat nya akan aku penuhi.” seru Raja dengan Mantap.
Baiklah seru iblis, “Takdirmu sebenarnya memang tidak akan mempunyai keturunan. Tapi karena kau memaksa maka akan aku kabulkan. Namun harus kau ingat, anak ini kuciptakan dari mata air milikku, jangan pernah kau sakiti dia. Sekali kau memarahinya, maka kau akan kehilangan dia selama-lamanya.”
“Aku akan menyayangi dan selalu membuatnya bahagia, aku berjanji” seru Sang Raja.
Suara gaib itu kembali berujar, “Sekarang kau pulanglah dan nantikan kehadiran anakmu dari Rahim isterimu.” Gua tempatnya bertapa kembali hening, hanya terdengar gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Rajapun segera beranjak dari pertapaannya dan segera pulang dengan hati yang gembira.
Putri yang cantik namun sayangnya dengan perangai yang sangat buruk. Sang Prabu sudah kehilangan akal untuk mengendalikan sikap putrinya. Namun rasa sayang mengalahkan semua kekecewaan pada putrinya ini.
Pada Usia yang ke-17 tahun, sang putri ingin merayakan ulang tahunnya dengan besar-besaran. Prabu Suarnalaya pun berusaha mencari perhiasan yang unik dan indah dari pelosok negeri. Rakyat yang memang sangat mencintai sang raja pun ikut membantu. Terkumpulah batu-batu indah, berwarna-warni.
Tiba pada hari peringatan ulang tahun nya, alun-alaun kerajaan sudah penuh dengan warga. Aneka hiburan disajikan untuk merayakannya. Rakyat bersuka cita menyambut Hari ulang tahun sang putri. Di acara puncak, Prabu Suarnalaya mengeluarkan hadiah untuk putrinya.
“Putriku, terimalah kado dari ayah dan bundamu ini.” seru sang raja kepada sang putri.
Dengan tidak sabar sang putri segera merebut kotak tersebut dari tangan ayahnya. “Coba kulihat, serunya. Tangannya dengan cepat membuak kotak dan mengeluarkannya. “Seuntai kalung berwarna-warni terbuat dari aneka batu pemata yang indah tampak di genggamannya. Wajah nya seketika cemberut,” Aku ingin perhiasan yang indah,terbuat dari emas dan permata, bukan batu busuk seperti ini.” teriaknya histeris. Kalung itu lalu dia lemparkan ke muka sang ibu.
Habis sudah kesabaran Prabu Suarnalaya, mukanya merah padam menahan amarah.
“Dasar kamu anak durhaka, cepat kau minta maaf pada ibumu.” bentaknya.
Putri Kencana Ungu tercekat, belum pernah dia melihat ayahnya marah seperti itu. Tak berapa lama setelah marahnya prabu Saurnalaya, langit segera menghitam, hujan turun dengan derasnya. Air sungai meluap seketika merendam seisi kerajaan. Tubuh sang putri perlahan-lahan menyatu dengan air. Mencair seperti sebongkah es diatas air. Prabu Suarnalaya berteriak-teriak berusaha menggapai putrinya, tapi sang putri sudah menghilang. Seisi kerajaan habis terendam air bah yang datang dari seluruh mata air dan hujan. Kerajaan akhirnya terendam air, berubah menjadi telaga. Warna air telagapun sering berubah-ubah. Warna air telaga terkadang hijau, biru, kuning dan kemerah-merahan. Perubahan warna ini konon karena warna-warna yang ada pada kalung yang dilemparkan sang putri.
Diwaktu-waktu tertentu, jika kita beruntung kita dapat melihat 2 ekor ikan besar jelmaan dari prabu Suarnalaya dan Permaisurinya. Masyarakat memberinya nama si Tihul untuk yang berwarnahitam sedangkan yang berwarna kuning disebut si Layung. Kabarnya, dua ikan ini sering berpindah-pindah. Sesekali sering terlihat di sumber mata air Sarongge Cianjur, dan kali lain ada di sumber air Ciburial Bogor. Konon orang yang berhasil melihat kedua ikan ini,segala cita-citanya akan tercapai.
Legenda ini diceritakan turun temurun oleh masyarakat sekitar desa Tugu, Puncak Bogor.
Catatan:
Salah satu daerah wisata yang cukup diminati oleh para wisatawan adalah Daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Pemandangannya yang indah dengan udara yang sejuk membuat kita tertarik untuik datang kesana. Di desa Tugu, Kecamatan Cisarua ada sebuah obyek wisata yang cukup indah, yaitu Talaga Warna. Sayangnya telaga ini kurang dipromosikan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor. Puncak lebih diidentikkan dengan wisata kebun tehnya sehingga banyak yang tidak tahu keberadaannya. Jalur menuju telaga warna ini merupakan salah satu jalur favorit para pecinta olahraga sepeda gunung. Jalur yang menanjak dengan pemandangan yang indah menjadi daya tarik tersendiri. Dari sini juga bisa kita lihat elang jawa yang sudah hampir punah dan monyet-monyet liar di sekitar telaga. Di balik Keindahannya Talaga warna juga dibumbui oleh cerita-cerita mistik. Tak heran di tempat ini kerap kita temui sesajen dan kemenyan. Ada banyak versi cerita yang beredar di masyarakat, salah satunya adalah yang saya ceritakan ini.
Zaman dahulu kala, wilayah Puncak, Bogor ini adalah sebuah kerajaan yang makmur. Kerajaan ini bernama Kutatanggeuhan. Dipimpin oleh seorang Raja yang Adil bijaksana, bernama Prabu Suarnalaya dengan permaisurinya bernama Purbamanah. Di bawah kepemimpinannya rakyat hidup sejahtera, karena memang alam yang subur telah memberi kehidupan yang layak buat semua masyarakat.
Di tengah semua kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, sesunggunya Raja sedang merasa risau dan sedih. Perkawinan nya yang sudah memasuki tahun ke-20 tidak juga di beri keturunan. Berbagai macam cara telah di lakukan oleh semua cerdik pandai di negeri Kutatanggeuhan. Akhirnya mereka semua menyerah dan menyarankan Raja untuk mengangkat anak saja sebagai penerusnya. Namun Raja menolak semua saran ini.
Akhirnya Prabu Suarnalaya memutuskan untuk bertirakat dan bertapa selama beberapa lama di Puncak Gunung Gede. Di hari kedua, datang seorang malaikat menyapanya, “Wahai prabu Suarnalaya, sebaiknya kamu pulang saja, nasib mu sudah di putuskan, tidak akan ada keturunan darimu. Kamu sebaiknya mengangkat anak saja”. Sang Raja sangat marah mendengar ini.” Wahai malaikat, kenapa aku tidak diberi keturunan, bukankah selama ini aku selalu berbuat baik?” serunya. Malaikat tidak memperdulikannya dan segera pergi.
Sang Raja termenung di pertapaannya. Diapun kembali bersemedi dan berkata dalam hati, aku akan terus bertapa disini sampai ada yang bisa mengabulkan permintaanku, sekalipun itu iblis. Di minggu kedua, Raja sudah hampir menyerah, ketika satu suara membangunkannya. Wahai Raja Katatangeuhan, kulihat kau sangat ingin punya anak? Satu suara tanpa wujud datang dari arah samping nya. Dengan wajah masih diliputi kekagetan sang raja berkata, “Ya benar…, ku tak akan pulang sampai ada yang mampu mengabulkan permintaanku. Siapa anda? Tolong tunjukan wujud mu?”
Hening sesaat…
“Tak perlu lah kau lihat wujud ku, Aku Iblis penunggu mata air Ciburial sanggup mengabulkan permintaan mu.” seru suara itu lagi.
Benarkah itu? Jawab Raja dengan penuh harap. “Ya, namun ada syaratnya?” Sahut sang Iblis.
“Apa pun syarat nya akan aku penuhi.” seru Raja dengan Mantap.
Baiklah seru iblis, “Takdirmu sebenarnya memang tidak akan mempunyai keturunan. Tapi karena kau memaksa maka akan aku kabulkan. Namun harus kau ingat, anak ini kuciptakan dari mata air milikku, jangan pernah kau sakiti dia. Sekali kau memarahinya, maka kau akan kehilangan dia selama-lamanya.”
“Aku akan menyayangi dan selalu membuatnya bahagia, aku berjanji” seru Sang Raja.
Suara gaib itu kembali berujar, “Sekarang kau pulanglah dan nantikan kehadiran anakmu dari Rahim isterimu.” Gua tempatnya bertapa kembali hening, hanya terdengar gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Rajapun segera beranjak dari pertapaannya dan segera pulang dengan hati yang gembira.
*****
Beberapa bulan kemudian Sang Permaisuri hamil. Kenyataan itu disambut suka cita Sang Prabu, dan seluruh rakyatnya. Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Bayi perempuan itu lantas diberi nama Nyi Ajeng Gilang Rinukmi, kadang disebut Putri Ayu Kencana Ungu. Hari demi hari pun berlalu dengan penuh kebahagiaan. Prabu Suarna laya dan istrinya sangat memanjakan anak semata wayang nya ini. Apapun keinginan sang putri akan diturutinya. Anak ini sedari kecil sudah sangat nakal, sehingga sang Raja sudah sangat kewalahan mengasuhnya. Tapi tidak ada seorangpun yang berani memarahainya. Prabu Suarnalaya dan istrinya sangat khawatir dengan perjanjian yang telah mereka lakukan dengan penunggu mata air Ciburial.Putri yang cantik namun sayangnya dengan perangai yang sangat buruk. Sang Prabu sudah kehilangan akal untuk mengendalikan sikap putrinya. Namun rasa sayang mengalahkan semua kekecewaan pada putrinya ini.
Pada Usia yang ke-17 tahun, sang putri ingin merayakan ulang tahunnya dengan besar-besaran. Prabu Suarnalaya pun berusaha mencari perhiasan yang unik dan indah dari pelosok negeri. Rakyat yang memang sangat mencintai sang raja pun ikut membantu. Terkumpulah batu-batu indah, berwarna-warni.
Tiba pada hari peringatan ulang tahun nya, alun-alaun kerajaan sudah penuh dengan warga. Aneka hiburan disajikan untuk merayakannya. Rakyat bersuka cita menyambut Hari ulang tahun sang putri. Di acara puncak, Prabu Suarnalaya mengeluarkan hadiah untuk putrinya.
“Putriku, terimalah kado dari ayah dan bundamu ini.” seru sang raja kepada sang putri.
Dengan tidak sabar sang putri segera merebut kotak tersebut dari tangan ayahnya. “Coba kulihat, serunya. Tangannya dengan cepat membuak kotak dan mengeluarkannya. “Seuntai kalung berwarna-warni terbuat dari aneka batu pemata yang indah tampak di genggamannya. Wajah nya seketika cemberut,” Aku ingin perhiasan yang indah,terbuat dari emas dan permata, bukan batu busuk seperti ini.” teriaknya histeris. Kalung itu lalu dia lemparkan ke muka sang ibu.
Habis sudah kesabaran Prabu Suarnalaya, mukanya merah padam menahan amarah.
“Dasar kamu anak durhaka, cepat kau minta maaf pada ibumu.” bentaknya.
Putri Kencana Ungu tercekat, belum pernah dia melihat ayahnya marah seperti itu. Tak berapa lama setelah marahnya prabu Saurnalaya, langit segera menghitam, hujan turun dengan derasnya. Air sungai meluap seketika merendam seisi kerajaan. Tubuh sang putri perlahan-lahan menyatu dengan air. Mencair seperti sebongkah es diatas air. Prabu Suarnalaya berteriak-teriak berusaha menggapai putrinya, tapi sang putri sudah menghilang. Seisi kerajaan habis terendam air bah yang datang dari seluruh mata air dan hujan. Kerajaan akhirnya terendam air, berubah menjadi telaga. Warna air telagapun sering berubah-ubah. Warna air telaga terkadang hijau, biru, kuning dan kemerah-merahan. Perubahan warna ini konon karena warna-warna yang ada pada kalung yang dilemparkan sang putri.
Diwaktu-waktu tertentu, jika kita beruntung kita dapat melihat 2 ekor ikan besar jelmaan dari prabu Suarnalaya dan Permaisurinya. Masyarakat memberinya nama si Tihul untuk yang berwarnahitam sedangkan yang berwarna kuning disebut si Layung. Kabarnya, dua ikan ini sering berpindah-pindah. Sesekali sering terlihat di sumber mata air Sarongge Cianjur, dan kali lain ada di sumber air Ciburial Bogor. Konon orang yang berhasil melihat kedua ikan ini,segala cita-citanya akan tercapai.
Legenda ini diceritakan turun temurun oleh masyarakat sekitar desa Tugu, Puncak Bogor.
Catatan:
Salah satu daerah wisata yang cukup diminati oleh para wisatawan adalah Daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Pemandangannya yang indah dengan udara yang sejuk membuat kita tertarik untuik datang kesana. Di desa Tugu, Kecamatan Cisarua ada sebuah obyek wisata yang cukup indah, yaitu Talaga Warna. Sayangnya telaga ini kurang dipromosikan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor. Puncak lebih diidentikkan dengan wisata kebun tehnya sehingga banyak yang tidak tahu keberadaannya. Jalur menuju telaga warna ini merupakan salah satu jalur favorit para pecinta olahraga sepeda gunung. Jalur yang menanjak dengan pemandangan yang indah menjadi daya tarik tersendiri. Dari sini juga bisa kita lihat elang jawa yang sudah hampir punah dan monyet-monyet liar di sekitar telaga. Di balik Keindahannya Talaga warna juga dibumbui oleh cerita-cerita mistik. Tak heran di tempat ini kerap kita temui sesajen dan kemenyan. Ada banyak versi cerita yang beredar di masyarakat, salah satunya adalah yang saya ceritakan ini.